TOPMEDIA – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis temuan mengejutkan terkait pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di 14 provinsi di Indonesia. Program yang bertujuan untuk meningkatkan gizi anak-anak sekolah ini dilaporkan menemui beragam masalah, mulai dari kasus keracunan massal, ditemukannya belatung pada makanan, hingga pemborosan yang merugikan.
Beragam Masalah di Seluruh Indonesia
Menurut catatan FSGI, masalah ini terjadi di sejumlah wilayah, di antaranya:
- Jawa: Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Garut, Cianjur, Bandung Barat (Jawa Barat), Sukoharjo, Solo, Sragen (Jawa Tengah), Lamongan, Madura, Ngawi (Jawa Timur), Sleman, Gunung Kidul (D.I Yogyakarta), dan DKI Jakarta.
- Sumatera: Lebong (Bengkulu), Kota Batam (Kepulauan Riau).
- Sulawesi: Polewali Mandar (Sulawesi Barat), Kabupaten Banggai (Sulawesi Tengah), Bau Bau (Sulawesi Tenggara).
- Lainnya: Kabupaten Bireuen (D.I Aceh), Kupang, Sumba (NTT), Sumbawa (NTB), dan Kabupaten Nunukan (Kalimantan Utara).
Keracunan, Belatung, dan Kecoa di Makanan Siswa
Dalam laporannya, FSGI menyebutkan beragam temuan miris yang mengindikasikan buruknya kualitas makanan yang disalurkan. Di SDIT dan SMPIT Azkiya, Kabupaten Bireuen, Aceh, ditemukan belatung dan makanan basi yang menyebabkan sejumlah siswa mengalami sakit perut.
Sementara itu, temuan serupa terjadi di Kota Batam, di mana seekor kecoa (yang kemudian diidentifikasi sebagai jangkrik) ditemukan dalam makanan di salah satu SMAN. Masalah kualitas makanan juga terjadi di Pangkal Pinang, di mana para guru melarang pembagian nasi ayam yang berbau tidak sedap. Akibatnya, siswa hanya bisa mengonsumsi susu dan air mineral karena dilarang membawa bekal.
“Ini kejadian yang berulang setiap hari di berbagai daerah,” kata Ketua Umum FSGI, Fahmi Hatib, dalam keterangannya, Rabu (24/9/2025).
Ratusan Porsi Makanan Terbuang Sia-sia
Di kota-kota besar seperti Jakarta, meskipun tidak ditemukan kasus keracunan, FSGI menyoroti masalah pemborosan makanan. Fahmi menjelaskan bahwa ratusan porsi makanan setiap hari tidak disentuh oleh siswa, dan jika pun dimakan, hanya buah atau lauknya saja.
“Siswa tidak mau mengonsumsi MBG, sehingga makanan menjadi mubazir. Ini terjadi di semua jenjang, dari PAUD hingga SMA/SMK,” tambahnya.
Tragedi keracunan massal dengan korban terbanyak terjadi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, di mana 657 pelajar SMP, SMA, dan Madrasah Aliyah menjadi korban. Menurut Fahmi, angka ini sangat signifikan, mencapai 12 persen dari total 5.360 korban keracunan di seluruh Indonesia yang dirilis oleh pemerintah. “Ini tragedi,” kritiknya. Laporan FSGI ini menjadi sorotan serius dan mendesak perbaikan program MBG agar tujuan awalnya tercapai dan tidak membahayakan siswa. (*)