Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
TOP NEWS

Wacana Satu Orang Satu Akun, Komdigi: Fokusnya Bukan Batasan, Tapi Verifikasi

52
×

Wacana Satu Orang Satu Akun, Komdigi: Fokusnya Bukan Batasan, Tapi Verifikasi

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mengkaji wacana kebijakan satu orang satu akun media sosial. Ide ini berawal dari usulan anggota DPR RI yang ingin menciptakan ruang digital lebih aman dari hoaks, penipuan, hingga penyalahgunaan akun anonim.

Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, menjelaskan bahwa kajian ini terkait dengan program Satu Data Indonesia. Fokusnya bukan membatasi jumlah akun, melainkan memperkuat tata kelola data lewat implementasi Digital ID atau single ID.
“Masyarakat tetap bisa memiliki lebih dari satu akun, asalkan semua terverifikasi dengan identitas digital yang valid,” jelas Nezar.

HALAL BERKAH
Sekjen Komdigi, Ismail dalam keterangan pers di Jakarta.

Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menambahkan bahwa anonimitas kerap dimanfaatkan untuk aksi penipuan dan pelanggaran hukum. Dengan single digital ID, setiap pengguna akan tetap terhubung dengan identitas asli mereka di dunia maya sehingga potensi penyalahgunaan bisa ditekan.

Baca Juga:  Tak Lagi Jadi Limbah dan Sumber Pencemaran, Puluhan Titik Pengumpulan Minyak Jelantah Disiapkan di Berbagai Kota

Beberapa opsi teknis untuk verifikasi, seperti penggunaan pengenalan wajah dan sidik jari, masih dalam tahap pembahasan.

Wacana ini pertama kali disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Bambang Haryadi, pada September 2025. Menurutnya, aturan semacam ini dibutuhkan untuk membatasi akun anonim dan akun palsu. Bambang bahkan mencontohkan sistem di Swiss, di mana satu nomor telepon bisa terintegrasi dengan berbagai layanan pemerintah maupun media sosial.

Namun, usulan ini menuai pro dan kontra. Sejumlah pegiat media sosial menilai kebijakan tersebut bukan solusi efektif untuk memberantas penipuan online maupun aktivitas buzzer. Mereka mengingatkan bahwa aturan ini berpotensi melanggar hak digital warga, sebab banyak orang memiliki akun berbeda untuk keperluan pribadi, pekerjaan, maupun bisnis.

Baca Juga:  Pemkot Surabaya Siapkan Rp5 Juta per RW untuk Kegiatan Gen Z Berbasis Pancasila

Selain itu, para pelaku kejahatan digital juga dinilai masih bisa mencari celah dengan menggunakan identitas palsu atau layanan dari luar negeri untuk menghindari aturan tersebut. (*)

TEMANISHA.COM