Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
FAMILY BUSINESSES

Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (8): Aset yang Disita, Bisnis yang Runtuh

8
×

Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (8): Aset yang Disita, Bisnis yang Runtuh

Sebarkan artikel ini
toplegal

SIRINE mobil aparat terdengar dari depan kantor Brajantara Construction. Sejumlah petugas dari kejaksaan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) datang membawa surat perintah penyitaan.

Satu per satu berkas keuangan, komputer, hingga kendaraan operasional diberi stiker: SEGEL. Beberapa karyawan menangis menyaksikan pemandangan itu.

ROYALTI MUSIK

Aku berdiri di lantai dua, menatap dari balik jendela dengan dada sesak. Bram ada di sampingku dengan wajah muram.

“Semua yang Papa bangun selama puluhan tahun habis dalam sekejap,” gumamnya.

Tak lama kemudian, berita televisi menyiarkan gambar rumah keluarga Brajantara.

Beberapa mobil mewah Papa ditarik keluar, rekening pribadi dan perusahaan resmi diblokir.

Bahkan, tanah dan properti atas nama Mama ikut terseret ke dalam daftar penyitaan sementara.

Baca Juga:  Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (6): Jerat Hukum TPPU

Mama menahan air mata ketika petugas menjelaskan prosedur. “Ibu, ini standar dalam perkara money laundering. Semua aset akan dibekukan sampai proses hukum selesai.”

Mama hanya mengangguk pelan, meski jelas hatinya hancur.

Di luar itu, badai lain datang. Vendor-vendor lama menuntut pembayaran. Rekanan proyek mengajukan gugatan karena kontrak terhenti.

Bahkan, beberapa karyawan senior yang dulu setia kini melayangkan somasi karena gaji tak dibayar berbulan-bulan.

Rapat darurat keluarga berlangsung panas. Bruno membanting meja. “Kalau seperti ini, lebih baik kita tutup saja perusahaan! Semua sudah hancur.”

Bram membalas dengan nada keras. “Tidak! Kita harus melawan di pengadilan. Buktikan sebagian aset ini tidak ada kaitannya dengan TPPU [Tindak Pidana Pencucian Uang].”

Baca Juga:  Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (1): Dari Bisnis ke Politik

Aku mencoba menenangkan, meski suara sendiri bergetar. “Kita tidak bisa hanya saling menyalahkan. Tapi harus jujur, tanpa Papa, tanpa kepercayaan publik, bisnis ini hampir mustahil bertahan.”

Mama akhirnya bersuara. Suaranya lembut, tapi penuh kepedihan. “Inilah harga dari ambisi yang buta. Bukan lawan politik yang menjatuhkan kita, tapi diri kita sendiri.”

Malam itu, aku berjalan melewati koridor kantor yang kosong, lampu remang, berkas-berkas berserakan.

Dulu Brajantara Construction adalah simbol kejayaan keluarga kami. Kini yang tersisa hanyalah puing reputasi, tumpukan gugatan, dan aset yang disita negara.

Aku berbisik pada diriku sendiri. “Bisnis keluarga bisa dibangun dengan kerja keras bertahun-tahun, tapi bisa hancur dalam hitungan hari jika hukum dilanggar.”

Baca Juga:  Keserakahan Kakak Hancurkan Bisnis Keluarga 30 Tahun (7): Rahasia Keluarga yang Terbuka ke Publik

(Bersambung) 

TEMANISHA.COM