Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
FAMILY BUSINESSES

Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (7): Pelarian yang Mengorbankan Keluarga

9
×

Bisnis Keluarga dan Skandal Money Laundering (TPPU) (7): Pelarian yang Mengorbankan Keluarga

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi rapat keluarga Brajantara Construction. (Foto: AI/Gemini)
toplegal

PAGI itu kabar mengejutkan datang. Papa tidak hadir memenuhi panggilan ketiga dari penyidik.

Alih-alih datang, ia justru menghilang. Teleponnya tidak aktif, rumah dinasnya kosong. Beredar rumor jika Papa sudah melarikan diri ke luar negeri dengan paspor diplomatik.

ROYALTI MUSIK

Di ruang keluarga, Mama terduduk lemas. “Jadi benar, dia memilih lari, bukan menghadapi?”

Air matanya mengalir deras, suaranya tetap bergetar. “Bertahun-tahun aku berdiri di sisinya, dan hari ini dia meninggalkan kita semua.”

Bram menendang kursinya hingga terjatuh. “Ini gila! Dengan kaburnya Papa, nama kita semakin kotor. Brajantara Construction tidak hanya kehilangan kontrak, sekarang kita dicap perusahaan koruptor!”

Bruno mencoba membela, meski suaranya goyah. “Mungkin Papa hanya butuh waktu, mungkin dia akan kembali.”

Baca Juga:  Kutukan Generasi ke-3, Pertarungan Kepemimpinan di Perusahaan Keluarga (6): RUPS yang Membara

Aku, Brina, menatapnya dengan marah. “Kembali? Bruno, sadar! Papa sudah mengorbankan kita demi ambisinya. Sekarang kita ditinggal menghadapi aparat, media, dan karyawan sendirian.”

Tak lama, berita televisi menayangkan kabar mengejutkan.

Breaking news: “Anggota DPR Mangkir dari Panggilan, Diduga Melarikan Diri.”

Nama Papa terpampang di layar, disertai rekaman aparat yang menyegel beberapa aset Brajantara Construction. Wartawan memenuhi halaman kantor, berteriak-teriak menanyakan tanggapan keluarga.

Mama akhirnya bersuara di tengah kekacauan itu. Meski matanya sembab, suaranya tegas.

“Anak-anak, kita harus hadapi ini. Papa sudah memilih jalannya sendiri. Kalau kita terus bergantung padanya, kita semua akan hancur.”

Malam itu, kami duduk bersama tanpa Papa. Untuk pertama kali, kursi di ujung meja kosong. Hampa.

Baca Juga:  Keserakahan Kakak Hancurkan Bisnis Keluarga 30 Tahun (5): Serangan Balik Sang Kakak

Kami sadar, pilihan Papa untuk lari bukan hanya meninggalkan panggilan hukum, tapi juga merobek kepercayaan dan meninggalkan luka yang tak mungkin sembuh dengan mudah.

Aku berbisik lirih, “Seorang pemimpin boleh jatuh, tapi keluarganya tidak seharusnya ikut dikorbankan.”

Dan di titik itu, aku tahu bahwa tugas kami selanjutnya adalah menentukan apakah Brajantara Construction masih bisa diselamatkan tanpa Papa.

(Bersambung)

TEMANISHA.COM