Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
EDUTECH

Bos ChatGPT: Era ‘Belajar Seumur Hidup’ Gantikan Batas Usia Produktif

35
×

Bos ChatGPT: Era ‘Belajar Seumur Hidup’ Gantikan Batas Usia Produktif

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA – Di tengah hiruk-pikuk disrupsi kecerdasan buatan, sebuah pandangan radikal dari ‘bapak’ ChatGPT, Sam Altman, hadir mengguncang pakem dunia kerja. Bukan soal inovasi teknologi, melainkan tentang usia, sebuah isu yang secara langsung menantang konsep usia produktif yang selama ini menjadi acuan utama pemerintah, termasuk di Indonesia.

Dalam pernyataannya, Altman secara gamblang menyatakan kekhawatiran yang tak terduga. Alih-alih cemas pada nasib lulusan baru yang lincah dan adaptif, ia justru lebih khawatir akan nasib pekerja senior, terutama mereka yang berusia 62 tahun.

ROYALTI MUSIK

“Saya lebih cemas tentang dampaknya, bukan untuk yang berusia 22 tahun, melainkan untuk yang berusia 62 tahun yang tidak ingin melatih ulang atau meningkatkan keahliannya,” ujar CEO OpenAI tersebut.

Pandangan Kontroversial dan Realitas Indonesia

Baca Juga:  JakParkir: Terobosan Pemprov DKI Atasi Parkir Liar, Jukir Jadi Petugas Resmi

Pernyataan Altman bak tamparan bagi cara pandang konvensional yang menganggap usia di atas 60 tahun sebagai masa persiapan pensiun, bukan lagi waktu untuk memulai hal baru. Hal ini menjadi sangat relevan ketika dibenturkan dengan kerangka kebijakan di Indonesia. Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kesehatan mendefinisikan usia produktif pada rentang 15 hingga 64 tahun. Kelompok usia ini dianggap sebagai tulang punggung ekonomi dan menjadi dasar bagi banyak kebijakan, mulai dari program jaminan sosial hingga target bonus demografi.

Namun, di sisi lain, kebijakan mengenai usia pensiun tampak belum sepenuhnya selaras dengan disrupsi teknologi ini. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 mengatur usia pensiun yang bertambah secara bertahap, dari 59 tahun pada 2025 hingga mencapai 65 tahun pada 2043. Meskipun regulasi ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan angka harapan hidup, semangatnya masih dalam kerangka tradisional: bekerja hingga batas usia tertentu, lalu berhenti.

Baca Juga:  Pemkot Surabaya Bagikan Seragam dan Beasiswa ke Ribuan Siswa SMA/SMK Penerima Program Pemuda Tangguh

Pembelajaran Seumur Hidup

Filosofi Altman justru sebaliknya. Ia mendorong konsep pembelajaran seumur hidup (lifelong learning) dan keberanian mengambil risiko tanpa memandang usia. Ia percaya bahwa setiap individu harus mencari irisan antara tiga hal: keahlian, minat, dan nilai yang bisa diberikan kepada dunia.

Pertanyaannya, apakah perangkat kebijakan pemerintah sudah siap memfasilitasi “pekerja senior” yang ingin memulai karier kedua atau ketiga? Program seperti Kartu Prakerja, yang seharusnya menjadi wadah untuk reskilling dan upskilling, seringkali identik dengan angkatan kerja usia muda. Diperlukan sebuah terobosan kebijakan yang lebih inklusif dan tidak memandang usia.

Bank Indonesia sendiri telah menyadari pentingnya peningkatan literasi keuangan digital untuk semua kalangan, termasuk UMKM dan masyarakat di daerah tertinggal. Namun, inisiatif ini perlu diperluas menjadi literasi teknologi dan adaptasi keahlian kerja secara masif dan inklusif.

Baca Juga:  Apple Hidupkan Kembali "Bumper Case" untuk iPhone 17 Air

Peringatan untuk Pengambil Kebijakan 

Pesan Sam Altman bukan sekadar nasihat karier, melainkan sebuah sinyal peringatan serius bagi para pembuat kebijakan. Batasan kaku “usia produktif” dan “usia pensiun” berpotensi menjadi penghalang di masa depan. Jika pemerintah tidak segera merumuskan ulang strategi pengembangan sumber daya manusia yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap teknologi, Indonesia berisiko kehilangan potensi besar dari angkatan kerja senior yang, menurut Altman, seharusnya tak pernah berhenti berkarya. (*)

TEMANISHA.COM