Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
TOP FIGURES

Timothy Jason Lianto, Sukses Ganda di Usia Muda Tak Membuatnya Jumawa

124
×

Timothy Jason Lianto, Sukses Ganda di Usia Muda Tak Membuatnya Jumawa

Sebarkan artikel ini
toplegal

TOPMEDIA – Anggapan umum tentang anak tunggal yang selalu dimanjakan dan difasilitasi dengan segala kemewahan tampaknya benar-benar terwujud dalam hidup Timothy Jason Lianto, S.M.,M.M. Sebagai anak semata wayang yang lahir dari keluarga berada, ia merasakan betul bagaimana rasanya memiliki segalanya. Apa pun yang menjadi keinginannya, tak pernah tertunda lama. Kedua orang tuanya, dengan penuh kasih, selalu berusaha mengabulkan permintaannya tanpa banyak pertimbangan.

Dalam sebuah perbincangan santai dengan Top Media, Timothy membuka ceritanya. “Sebenarnya saya seperti anak-anak lain pada umumnya,” ucapnya memulai percakapan siang itu, seolah ingin meredam kesan hidupnya yang serba mudah. “Saya lahir di Surabaya, tetapi kedua orang tua saya berasal dari Makassar.”

Meski demikian, Timothy tak bisa memungkiri bahwa statusnya sebagai anak tunggal dari keluarga terpandang telah membentuk jalan hidupnya. Sejak kecil, ia selalu dikelilingi oleh perhatian penuh. Apa pun hobi atau cita-citanya, dukungan materi dan moral tak pernah absen. Mulai dari les privat, peralatan hobi, hingga liburan ke luar negeri, semuanya disediakan demi memastikan sang buah hati mendapatkan yang terbaik.

Lingkungan yang serba ada ini membuat Timothy tumbuh tanpa pernah merasakan kesulitan berarti. Namun, di balik semua kemudahan itu, ia juga belajar bahwa ada ekspektasi besar yang menyertainya. Keberhasilan akademis dan pilihan karier sering kali menjadi tolok ukur yang diharapkan oleh orang tuanya. Inilah sisi lain dari kehidupan yang berkelimpahan, yang membentuknya menjadi pribadi yang tidak hanya beruntung, tetapi juga sadar akan tanggung jawab yang diemban.

Sangat Dimanja

Pemuda kelahiran Surabaya pada 2 Desember 2000, terlahir dalam lingkungan keluarga yang berada, bahkan dapat digolongkan dalam kelas sosial middle up. Kondisi ini memberinya banyak sekali kemudahan dan privilese yang jarang dimiliki oleh anak-anak seusianya.

Sejak usianya masih sangat dini, Timothy telah mengenyam pendidikan di lingkungan sekolah swasta. Sekolah-sekolah ini, yang dikenal memiliki fasilitas lengkap dan reputasi bergengsi di lingkungan elit, menjadi tempat Timothy tumbuh dan berkembang. Berbeda dengan banyak anak lain, ia tidak pernah menghadapi kesulitan dalam hal sarana dan prasarana pendidikan. Setiap kebutuhan akademiknya terpenuhi dengan baik, mulai dari buku-buku pelajaran, peralatan sekolah, hingga akses ke teknologi terkini.

Dengan dukungan penuh dari keluarganya dan fasilitas terbaik yang tersedia, Timothy tumbuh menjadi pribadi yang berkecukupan. Ia tidak hanya mendapatkan akses pendidikan berkualitas, tetapi juga kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya di luar jam pelajaran. Lingkungan yang serba ada ini membentuknya menjadi individu yang memiliki fondasi kuat untuk masa depannya, meskipun ia harus beradaptasi dengan tantangan lain yang mungkin tidak terkait dengan materi.


Keluar Zona Nyaman 

Meski serba kecukupan, Timothy ingin membuktikan dirinya kepada orangtuanya bahwa ia bisa hidup mandiri. Untuk itu, ia ingin kleuar dari zona nyaman yang selama ini ia miliki.  “Apa yang saya mau diturutin semua, ibarat saya menangis aja, semua barang yang saya inginkan datang. Tetapi tanpa disadari hal itu justru menggerus kemampuan untuk bertahan hidup. Sehingga tanpa disadari percaya diri saya terkikis,” lanjutnya. 

Dari semua benda atau barang yang selalu dituruti hanya dengan menangis, lama kelamaaan Timothy sadar bahwa seiring beranjak dewasa hal itu tidak akan terjadi lagi.
“Misalnya ketika saya suka dengan seorang cewek, kan tidak mungkin hanya dengan menangis, tuh cewek mau sama saya. Harus ada effort untuk memperjuangkannya. Maka itu, saya berpikir harus keluar dari zona nyaman selama ini,” urainya.
Kebutuhan pengakuan sosial, pergaulan, itu tidak bisa hanya dengan menangis, jadi harus diusahakan. Karena itu, alasan keluar dari zona nyaman semakin kuat, terutama ketika ia masuk perguruan tinggi. Timothy mengambil jurusan management bisnis di Universitas Ciputra. Disanalah Timothy merasa tertantang untuk membuat sesuatu yang bisa diandalkan dan bisa membantu banyak orang untuk mendapatkan pekerjaan.
“Saya beranggapan bahwa kesuksesan itu harus diusahakan, tidak bisa terus menerus dalam kenyamanan. Sukses bagi mereka yang survival, dan dari sinilah baru saya sadar bahwa saya selama ini dimanjakan,” lanjutnya. 

Dalam perjalanan kariernya, Timothy Jason memiliki sosok panutan yang sangat berarti, yaitu Christian Ricardo. Bagi Timothy, Christian bukan hanya seorang mentor, tetapi juga guru yang telah banyak memberikan pelajaran berharga dan menginspirasi dirinya. Bimbingan dari Christian membantu Timothy menemukan jalan dalam dunia bisnis yang penuh tantangan.

Pentingnya Membangun Jaringan 

Selain mentorship, Timothy menyadari bahwa membangun relasi adalah kunci keberhasilan. Ia aktif berpartisipasi dalam berbagai organisasi bisnis, seperti TDA, Apkrindo, HIPMI, dan beberapa asosiasi pengusaha lainnya. Baginya, filosofi “your network is net worth” benar-benar menjadi panduan. Ia percaya bahwa jaringan yang dibangun bukan sekadar daftar kontak, melainkan sebuah aset berharga yang harus terus dipupuk.

“Filosofi ini menekankan bahwa nilai dari jaringan atau relasi yang kamu bangun sama berharganya dengan kekayaan finansialmu. Jaringan yang kuat dapat membuka pintu kesempatan, memberikan dukungan, dan menjadi sumber daya tak ternilai yang bisa mendatangkan keuntungan finansial maupun pribadi dalam jangka panjang,” urai anak muda yang dikenal hangat kepada karyawannya. 

Timothy memahami betul bahwa relasi harus bersifat timbal balik. Ia tidak hanya mengambil, tetapi juga aktif berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan rekan-rekan bisnisnya. Sifat ini membuatnya mudah diterima dan dipercaya di lingkungan profesional.

Salah satu prinsip hidup yang dipegang teguh oleh Timothy adalah berani mengambil risiko dan menjelajahi hal baru. “Prinsip saya dalam berbisnis, saya suka berlayar tanpa peta,” lanjutnya. Menurutnya, jika seseorang sudah memiliki peta, sering kali rasa takut akan muncul karena sudah mengetahui setiap tantangan di depan. Namun, dengan berlayar tanpa peta, seseorang justru dipaksa untuk beradaptasi, berinovasi, dan pada akhirnya, menemukan “harta karun” atau peluang tak terduga yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Itulah mengapa Timothy selalu mencari cara untuk melakukan hal-hal yang berbeda dan out of the box dalam setiap langkah bisnisnya.

Owner Juga Manusia

Kendati usianya masih sangat muda dan memiliki puluhan pegawai, tak membuat Timothy sombong. Justru dengan memiliki karyawan seusia membuatnya lebih leluasa menjalankan bisnisnya, karena mereka dianggap layaknya teman.
“Saya sadar bahwa seorang owner juga punya ego, tapi dengan slelau mendengarkan apa kata pegawai, memfilternya dan memfasilitasi mereka, ini akan membuatnya nyaman,” urainya.  Timothy dikenal low profile dan mampu memahami karakter-karakter anak-anak buahnya.
“Mereka adalah produser dan saya aktor, jadi saya selalu sharing dengan mereka untuk banyak inovasi-inovasi baru, saya tinggal mengeksekusi,” jelasnya.
Timothy mengaku tak lelah belajar untuk menjadi owner yang baik sehingga bisa mengakomodir mereka. Para pegawainya juga merasa sangat dekat dengan beberapa batasan.
“Mencari pegawai yang tepat itu susah, tapi dengan bekal selalu mendengar mereka, ini menjadikan saya sebagai owner bisa memahami mereka,” lanjutnya.
Dengan cara demikian, Timothy berhasil menyeimbangkan antara profesionalitas dan egoisme. Timothy berharap para pegawainya mendapatkan bukan hanya penghasilan tetapi juga wadah untuk belajar menuju kesuksesan.

*Ay 

TEMANISHA.COM
Baca Juga:  Tonny Wahyudi “Yudi Ndut”: Tokoh Filantropis di Balik ‘Raungan Harley’ dan Dedikasi Merata untuk Olahraga dan Sosial