TOPMEDIA – Dalam Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang tengah dibahas DPR RI dan pemerintah, salah satu kesepakatannya adalah peningkatan status Badan Penyelenggaraan (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina menuturkan, nantinya Ditjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) akan dihapus.
“Otomatis maka nanti akan ada penyesuaian. Karena pada saat hari ini Kementerian Haji dan Umroh itu kan sudah berdiri sendiri. Maka di Kementerian Agama otomatis harus dilepas. Sudah tidak ada lagi yang menyangkut dengan namanya Ditjen PHU,” kata di kompleks parlemen, Jakarta, Minggu (24/8/2025).
Untuk detail dan teknisnya, Kementerian PAN-RB yang akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kemenag. Apakah nanti ada peleburan di direktorat tertentu atau kemungkinan lain.
“Kemudian yang perlu kita perhatikan adalah sumber daya manusia dan aset-aset yang ada di Kementerian Agama itu nanti akan ditarik di Kementerian Haji dan Umroh,”terangnya.
Kesepakatan lain dalam RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah adalah penghapusan Tim Petugas Haji Daerah (TPHD). “Ya TPHD itu kita sepakati untuk ditiadakan, seperti itu,” tegasnya.
Karena TPHD dihapuskan, nantinya petugas haji akan ditentukan semuanya oleh pusat. Tujuannya agar semuanya lebih terkodinir, dan akan ada satu badan yang akan mengurusnya.
“Jadi kita semua akan menyepakati bahwa untuk petugas haji itu akan disepakati adalah di pusat semua supaya nanti akan terkordir dengan lebih baik dan ada satu badan mungkin badan diklat yang akan melakukan itu,” ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid mengatakan, ada temuan dari masyarakat bahwa kuota untuk petugas haji di Arab Saudi diperjualbelikan. Pihaknya akan mengatur lebih ketat terkait peran petugas dalam revisi UU Haji yang tengah bergulir di DPR.
“Ya ada indikasi seperti itu, indikasi diperjualbelikan (kuota petugas) ada. Tapi yang saya ketahui itu dan temuan dari masyarakat dan juga aspirasi dari masyarakat yang kemarin loh, sampai wakil badan, petugas tidak kerja, mereka numpang haji,” kata Abdul Wachid.
Abdul Wachid menambahkan, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) juga harus memiliki daftar izin. Ia menyinggung adanya biaya bimbingan yang tidak sesuai dengan aturan pusat.
“Ya itu ya, kaitannya dengan petugas, dan kaitannya dari kalangan KBIHU, itu kan nanti kan keputusannya juga sama. Jadi seperti KBIHU itu kan harus punya izin, harus ada daftar izin. Kalau nggak kan kita mengeluarkan sanksi juga susah,” kata Wachid.
“Karena KBIHU sendiri, kemarin kita soroti juga mereka itu menerapkan biaya bimbingan, itu tidak sesuai dengan di pusat maksimal Rp 3 juta. Ada yang merasakan sampai Rp 20 juta, sampai Rp 25 juta. Ini kan kasihan. Itu yang kami terima,” tambahnya.
Perwakilan pemerintah Wamensesneg, Bambang Eko Suhariyanto dalam rapat sebelumnya mengatakan, ada penambahan Pasal 21-23 terkait kementerian yang mengurusi haji dan umrah.
“Ini kita tambahkan sekarang, kita ubah lagi (dari sebelumnya) bahwa kalau misalkan sesuai dengan Undang-Undang Kementerian Negara, urusan pemerintahan itu kan sampai dengan Kementerian Agama, haji itu sebetulnya kan urusannya di bawahnya Ilustrasi jemaah haji 2025 saat di Makkah. (Foto: Istimewa),” kata Eko. (*)