Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
ENTREPRENEURSHIP

Tarif Impor AS Mulai Berlaku: Kesepakatan Besar, Tekanan Baru untuk Industri Nasional

39
×

Tarif Impor AS Mulai Berlaku: Kesepakatan Besar, Tekanan Baru untuk Industri Nasional

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat
toplegal

TOPMEDIA – Hari Kamis, 7 Agustus 2025, tarif impor Amerika Serikat sebesar 19% resmi diberlakukan untuk berbagai produk asal Indonesia.

Angka ini merupakan hasil negosiasi alot dari tarif awal sebesar 32% yang sempat diumumkan Presiden AS Donald Trump dalam kebijakan dagang resiprokalnya.

TOP LEGAL PRO

Pemberlakuan ini bukan hanya soal angka tarif. Kesepakatan antara kedua negara mencakup isu strategis yang luas, mulai dari akses pasar, penghapusan hambatan non-tarif, hingga komitmen Indonesia dalam pengelolaan lingkungan, ketenagakerjaan, dan tata kelola digital.

Presiden Trump bahkan menyebut bahwa AS akan memiliki “akses penuh ke Indonesia” tanpa harus membayar bea masuk ekspor ke negeri ini.

Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia setuju untuk menghapus sekitar 99% hambatan tarif untuk produk industri, pangan, dan pertanian asal AS.

Produk-produk AS akan mendapat kemudahan sertifikasi, bebas inspeksi pra-pengapalan, tanpa lisensi impor, serta bebas dari aturan keseimbangan komoditas.

Baca Juga:  Empat Calon Sekda Surabaya Masuki Tahap Akhir, Pemkot Segera Ajukan Nama ke Gubernur Jatim

Untuk sektor digital, Indonesia akan menghapus bea masuk produk digital dan mendukung moratorium bea elektronik di WTO.

Pemerintah juga sepakat memberi jaminan terhadap pemindahan data pribadi ke AS, yang disebut tetap tunduk pada UU Perlindungan Data Pribadi.

Tak hanya itu, Indonesia juga akan bergabung dalam forum global untuk penanganan kelebihan kapasitas baja, serta memperkuat kerja sama di bidang ketenagakerjaan, termasuk larangan kerja paksa dan perlindungan kebebasan berserikat.

Di balik komitmen tersebut, Indonesia berhasil mengamankan tarif 0% untuk komoditas tembaga, dan tengah bernegosiasi untuk nikel serta minyak kelapa sawit (CPO).

Pemerintah juga memastikan bahwa kesepakatan ini bukan bagian dari perjanjian perdagangan bebas (FTA), dan tidak akan ada joint statement tambahan.

Dampak terhadap para pelaku usaha lokal, apakah ancaman?

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebut bahwa tarif 19% bisa menjadi pendorong masuknya investasi asing ke Indonesia.

Baca Juga:  Universitas Ciputra Gandeng Saza Coffee Jepang Buka Peluang Magang Internasional

Sebanyak 10 komoditas utama ekspor, termasuk alas kaki dan tekstil, diprediksi akan menjadi target relokasi dari negara-negara kompetitor seperti Vietnam dan Taiwan yang terkena tarif lebih tinggi.

Industri padat karya menjadi sektor yang langsung merasakan efek kebijakan ini.

Ketua Bidang Perdagangan APINDO, Anne Patricia Sutanto mengungkapkan bahwa buyer dari AS mulai kembali mengirimkan pesanan ke pabrikan lokal.

Industri seperti pakaian rajutan, alas kaki, hingga tekstil dipastikan memiliki permintaan tinggi pada paruh kedua tahun ini.

Namun, di balik peluang tersebut, terbuka pula tantangan besar. Dengan akses yang lebih mudah bagi produk AS, persaingan di pasar domestik akan semakin ketat.

Produk pertanian, pangan olahan, hingga farmasi dari AS yang lebih kompetitif bisa menggerus pasar lokal, khususnya pelaku UMKM dan industri kecil yang belum siap menghadapi persaingan langsung dengan standar dan harga produk luar negeri.

Baca Juga:  Perusahaan Chef Arnold di Australia Resmi Dilikuidasi, Ini Fakta-Faktanya

Pelaku usaha juga perlu mewaspadai komitmen Indonesia dalam hal penghapusan TKDN dan pengakuan sertifikasi luar negeri seperti FDA, yang dapat berdampak pada keberpihakan terhadap produk dalam negeri dalam jangka panjang.

Jika tidak disertai dengan peningkatan kapasitas dan daya saing, maka pelaku industri lokal bisa terpinggirkan di rumah sendiri.

Karena itu, dunia usaha Indonesia perlu membaca kesepakatan ini dengan kacamata jangka panjang. Bukan sekadar melihat penurunan tarif sebagai angin segar, tetapi sebagai sinyal bahwa era kompetisi terbuka sudah datang.

Investasi pada efisiensi produksi, sertifikasi global, inovasi digital, dan kemitraan strategis harus menjadi fokus utama.

Kesepakatan ini adalah panggilan bagi pelaku usaha Indonesia untuk naik kelas.

Bukan hanya agar mampu bertahan, tetapi juga agar bisa menjadi pemain aktif dalam rantai pasok global yang kini semakin transparan, kompetitif, dan menuntut kepatuhan standar internasional. (*) 

TEMANISHA.COM