TOPMEDIA – Kalian pasti merasakan bagaimana hype saat PlayStation 5 (PS5) dirilis beberapa tahun lalu. Konsol next-gen dari Sony ini menjanjikan grafis memukau, loading super cepat, dan controller DualSense yang revolusioner. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul bisik-bisik yang cukup mengejutkan di komunitas: kenapa penjualan PS5 tampaknya tidak segarang yang diharapkan dan mulai tertinggal dari konsol pesaing, terutama di beberapa pasar utama?
Padahal, secara historis, PlayStation selalu menjadi raja konsol. Fenomena ini tentu membuat kita penasaran. Ternyata, ada beberapa faktor krusial yang menjadi batu sandungan bagi Sony. Berikut adalah lima masalah utama yang disinyalir menjadi penyebab PS5 kurang laku dibandingkan kompetitornya:
1. Masalah Stok dan Ketersediaan yang Kronis di Awal Rilis
Meskipun ini adalah masalah global, dampaknya terhadap PS5 terasa sangat panjang. Krisis cip semikonduktor membuat unit PS5 sangat langka selama hampir dua tahun pertama perilisannya.
Pembeli yang frustrasi karena tidak bisa mendapatkan unit PS5 pada harga normal akhirnya beralih. Sementara Sony bergulat dengan masalah rantai pasokan, kompetitor, meskipun juga terdampak, tampak lebih cepat mengatasi kelangkaan atau memiliki strategi ketersediaan unit yang lebih fleksibel, khususnya melalui skema bundling atau penawaran produk alternatif yang lebih siap.
2. Kesenjangan Harga yang Semakin Melebar Dibanding Pesaing
Pada awalnya, perbedaan harga mungkin tidak terlalu signifikan. Namun, dengan adanya kenaikan harga resmi PS5 di beberapa negara dan strategi harga yang sangat agresif dari kompetitor (sering menawarkan varian yang lebih terjangkau atau diskon yang lebih besar), PS5 mulai terasa mahal bagi sebagian besar gamer.
Konsumen, terutama gamer kasual, cenderung memilih konsol yang menawarkan nilai terbaik untuk uang mereka (value for money). Selisih harga yang cukup besar membuat calon pembeli berpikir dua kali, apalagi jika konsol pesaing menawarkan paket subscription yang sangat menguntungkan.
3. Kekurangan Eksklusifitas Game ‘Wajib Beli’ di Tahun-tahun Krusial
Salah satu kekuatan utama PlayStation adalah deretan game eksklusif yang tak tertandingi (killer apps). Namun, di awal siklus PS5, Sony banyak merilis game andalannya (seperti Horizon Forbidden West atau God of War Ragnarök) secara bersamaan untuk PS4 dan PC.
Keputusan ini, meskipun menguntungkan PS4 userbase, membuat gamer merasa tidak terburu-buru untuk upgrade ke PS5. Kompetitor dinilai lebih berani dalam merilis game yang benar-benar eksklusif next-gen, memaksa gamer untuk segera memiliki konsol terbaru.
4. Dominasi Model Bisnis Layanan Subscription dari Kompetitor
Persaingan utama Sony, khususnya Microsoft dengan Xbox Game Pass, menawarkan model bisnis yang sangat menggiurkan: ratusan game berkualitas tinggi, termasuk first-party game di hari pertama rilis, hanya dengan biaya bulanan yang relatif murah.
Walaupun Sony memiliki PlayStation Plus, katalog game di layanan pesaing dirasa lebih menarik dan menawarkan penghematan biaya yang lebih signifikan dalam jangka panjang. Banyak gamer Gen Z yang sadar biaya (budget-conscious) memilih model subscription yang memberikan akses ke banyak game tanpa harus membeli unit game satu per satu.
5. Inovasi DualSense Belum Terintegrasi Maksimal di Semua Game
DualSense Controller adalah inovasi hardware terbaik dari PS5, menawarkan haptic feedback dan adaptive triggers yang luar biasa. Namun, sayangnya, fitur revolusioner ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh semua pengembang game.
Bagi gamer, jika mayoritas game yang mereka mainkan tidak sepenuhnya menggunakan fitur DualSense, daya tarik utama hardware PS5 tersebut menjadi hilang. Perasaan bahwa “hanya beberapa game saja yang terasa next-gen” ini membuat gamer mempertanyakan apakah upgrade ke PS5 benar-benar sepadan dengan biayanya.
Jadi, apakah ini berarti PS5 gagal? Tentu saja tidak. PS5 masih merupakan konsol yang hebat dengan hardware yang kuat. Namun, dalam persaingan next-gen yang semakin ketat, masalah ketersediaan yang berkepanjangan, strategi harga yang kurang fleksibel, dan dominasi model subscription dari pesaing, telah memberikan tantangan besar yang tidak pernah dihadapi PlayStation sebelumnya.
(Respatih)



















