Ketua Program Magister Manajemen UC Surabaya, Dr. Metta Padmalia, S.Si., M.M., CPM (ASIA).
TOPMEDIA – Perjalanan karir Metta Padmalia tak pernah disangka akan segemilang saat ini. Tidak pernah terlintas di benak Metta, seorang perempuan muda yang kini memimpin Program Magister Manajemen (MM) di universitas ternama berbasis entrepreneurship, yakni Universitas Ciputra (UC) Surabaya.
“Saya itu dulu tidak pernah punya cita-cita jelas,” ujarnya membuka wawancara.
“Waktu SMA jurusan IPA, kuliah S1 saya ambil jurusan Biologi. Sama sekali tidak terpikir akan berakhir di dunia manajemen,” lanjutnya.
Namun, justru dari ruang laboratorium itulah, cerita panjangnya bermula. Ia teringat saat sibuk mengamati bakteri untuk keperluan skripsi, sambil membayangkan bagaimana hasil risetnya bisa dikembangkan menjadi produk yang bisa dijual.
“Potensi biologi itu banyak sekali,” ujarnya. “Tapi saya selalu bingung: kalau produknya jadi, cara jualannya bagaimana?” tambahnya.
Ia pernah merintis produk kecantikan berbasis biologi saat kuliah. Bahkan salah satu formula pembersih wajah yang ia kembangkan mirip micellar water, jauh sebelum tren tersebut muncul seperti saat ini.
“Tapi ya itu, kembali lagi ke prioritas,” katanya sambil menghela napas. “Kalau semua dikerjakan, malah tidak ada yang matang,” lanjutnya.

Dari Eksperimen Laboratorium ke Ruang Kuliah Manajemen
Suatu hari di masa penulisan skripsi, ia sibuk menumbuhkan bakteri dan mencoba mencampurkan ekstrak tumbuhan sebagai antibakteri. Pekerjaan itu menyita waktu, tapi justru membuat pikirannya berkelana: bagaimana jika sambil meneliti ia belajar manajemen agar suatu saat bisa menjual produk inovatifnya sendiri?
“Saya datang ke fakultas manajemen sambil mikir: ‘Ini sebenarnya buang-buang waktu nggak, ya?’” tuturnya sambil tertawa kecil.
Keputusan impulsif itu ternyata menjadi titik balik hidupnya. Setelah lulus, tawaran pekerjaan berdatangan. Anehnya, justru sebagai dosen.
“Padahal dulu waktu kuliah, niat saya cuma cari uang. Mindset-nya entrepreneur banget,” katanya.
Tapi jalan hidup seringkali bercabang tanpa diduga. Dari ruang-ruang kelas tempat ia mengajar, ia menemukan sesuatu yang selama ini ia cari, yakni makna pendidikan.
“Pendidikan itu media untuk mengubah hidup seseorang,” ucapnya pelan. “Saya melihat mahasiswa saya yang saat ini masih bingung, suatu hari ketika mereka sukses, pasti jadi rekan profesional. Rasanya lega sekali,” tambahnya.
Dunia pendidikan telah menjadi passion dari Dr. Metta Padmalia.
Masuk ke UC: Pintu Baru yang Membuka Semesta
Jalur akademiknya menemukan babak baru ketika seorang senior merekomendasikan dirinya untuk bergabung ke Universitas Ciputra (UC), kampus entrepreneurship. “Kamu itu potensial. Coba ke UC, cocok dengan minatmu,” demikian saran rekannya waktu itu.
Ia menerima tawaran tersebut pada 2015, dan dari situlah perjalanan kariernya melaju. Ia mengajar di program S1 IBM selama delapan tahun. Hingga pada 2023, tepat setelah menyelesaikan S3, ia dipercaya menjadi Ketua Program Studi Magister Manajemen.
Di usia yang relatif muda, amanah itu terasa besar. “Saat itu saya masih 32 tahun, kadang minder juga. Senior-senior sudah lebih berpengalaman,” ujarnya.
Namun ia memilih memegang satu prinsip: leadership yang mendengarkan.
“Kembali lagi sebagai orang Biologi ya, kita memaksimalkan atas apa yang dianugerahi Tuhan, dua telinga dan satu mulut. Artinya, kita harus lebih banyak mendengar,” ujarnya, mengulang petuah yang menjadi pegangan hidupnya.
Dr. Metta Padmalia bersama Menteri UMKM Maman Abdurrahman ketika MM UC mendapatkan penghargaan sebagai kontributor mitra pendidikan dalam Startup Acceleration Program 2025.
Memimpin Generasi ‘Strawberry’ dan Para Senior adalah Tantangan
Mengelola Program Magister bagi generasi muda bukan perkara mudah. Mahasiswa S2 kini didominasi pemimpin muda, pewaris bisnis keluarga, hingga profesional yang ingin naik jabatan.
“Mereka ini calon-calon pemimpin masa depan,” jelasnya. “Tapi tantangannya besar: mereka harus adaptif dan punya keberanian menerobos perubahan, itu yang tidak semua punya,” lanjutya.
Tak hanya itu, di internal ia juga harus membangun harmoni lintas generasi. “Senior-senior saya sangat suportif. Tapi saya tetap belajar banyak dari mereka. Saya ini basic-nya Biologi, memimpin organisasi itu seperti mengurusi makhluk hidup, bukan bakteri di laboratorium,” katanya sambil tertawa.
Dr. Metta Padmalia bersama Pengurus dan Member APMMI di Waseda University.
Melahirkan Ruang Tumbuh bagi Pemimpin Masa Depan
Dalam kepemimpinannya, Program Magister Manajemen UC berkembang pesat, bahkan melampaui rata-rata nasional. Satu angkatan pernah mencapai 138 mahasiswa, sementara standar umum program S2 lainnya hanya 20–40 orang.
“Rekan-rekan kaprodi dari kampus lain sampai bilang ‘wow’,” ungkapnya. Padahal, jumlah dosen internal hanya enam orang.
Namun bagi Mita, prestasi terbesar bukan angka, melainkan pertumbuhan mahasiswa.“Ketika mahasiswa bilang, ‘Bu, berkat kuliah di sini saya dapat investor’ Nah, itu medali saya,” tegasnya bangga.
Program yang ia bangun juga cepat merespons kebutuhan pasar. Yakni 9 konsentrasi, kelas proyek, jejaring bisnis, kolaborasi lintas negara, hingga pembukaan program studi di Jakarta. “Tagline kami: flexibility is yours,” katanya. “Karena setiap mahasiswa berhak memilih jalurnya sendiri,” ungkapnya.
Dr. Metta Padmalia menjadi anggota senat dalam wisuda UC.
Menjaga Keseimbangan Energi dan Prioritas
Dengan ritme kerja yang padat, bagaimana ia membagi energi antara kampus dan keluarga? “Kuncinya bukan cuma manajemen waktu, tapi manajemen energi,” tegasnya.
Ia selalu bangun sebelum pukul 05.00. Di jam sunyi itu, ia berolahraga, membaca, atau sekadar menikmati keheningan tanpa notifikasi.
“Ini bukan kemewahan, tapi kebutuhan. Supaya saya kembali bekerja dengan energi positif.”
Ia juga menjaga batasan: ketika sedang bersama keluarga, ia sebisa mungkin menahan diri untuk tidak membuka chat pekerjaan kecuali mendesak.
Rutinitas yang padat dengan tuntutan manajemen waktu yang baik sebenarnya tidak begitu memberatkan Metta. Karena ia berasal dari keluarga pebisnis perhotelan di Jawa Tengah yang kini memasuki generasi ketiga.
Ketika fokus ke karier akademis, pengelolaan diberikan ke adiknya. “Saya sekarang owner yang tidak aktif. Tapi tetap menjadi bagian dari perjalanan bisnis keluarga,” ceritanya.
Karena itu setelah terjun dan menekuni dunia pendidikan perguruan tinggi, Metta memliki disiplin diri yang sangat bagus. “Perempuan itu sering dituntut bisa semuanya. Tapi yang paling penting itu punya prioritas yang jelas,” tegas pecinta lari ini.

Pesan untuk Generasi Strawberry: Berani Memulai, Berani Gagal
Metta sadar betul bahwa generasi muda saat ini sering diberi label “strawberry” cantik, lembut, tapi mudah hancur ketika ditekan. Ia tidak sepakat sepenuhnya, tapi ia melihat ada tantangan nyata.
Untuk mereka, ia memberikan tiga pesan: Kenali nilai diri sejak awal. “Value itu kompas hidup. Tanpa itu, kalian akan mudah goyah. Yang kedua jangan menunggu sempurna untuk memulai. “Keberhasilan lahir dari keberanian mengambil langkah pertama,” tegasnya.
Yang ketiga menurut Metta adalah masa depan akan dimenangkan oleh mereka yang mau belajr dan berkolaborasi. “Bukan yang muda atau tua, tapi yang mau tumbuh bersama.” lanjutnya.
Dr. Metta Padmalia saat mendampingi student immersion mahasiswa UC ke Shenzhen dan Guangzhou.
Tetap Relevan, Tetap Berdampak
Di balik pencapaiannya, Metta menyimpan harapan sederhana tetapi kuat: “Saya berharap bisa selalu berada di ruang yang memungkinkan saya bertumbuh dan membantu orang lain bertumbuh,” tegasnya.
Ia sadar suatu hari ia akan menjadi “generasi fosil” juga. “Makanya saya harus terus belajar, tetap relevan,” ucapnya sambil tersenyum.
Baginya, hidup adalah proses memperluas makna melalui orang-orang yang disentuh oleh pekerjaannya.
“Intinya saya ingin terus memberikan dampak,” katanya lirih. “Entah lewat pendidikan, lewat kepemimpinan, atau lewat hal-hal kecil yang saya lakukan setiap hari.” kata perempuan yang selalu tampak ceria ini. (ay)



















