TOPMEDIA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menyoroti maraknya praktik nikah siri di masyarakat. Wakil Ketua Umum MUI KH Cholil Nafis menegaskan bahwa meskipun nikah siri sah secara agama, praktik tersebut dinilai haram karena menimbulkan banyak mudarat, terutama bagi perempuan dan anak.
Pernyataan ini disampaikan dalam menyusul meningkatnya kasus pernikahan tidak tercatat yang berdampak hukum dan sosial.
Dua Jenis Nikah Siri
Menurut Kiai Cholil, istilah nikah siri mencakup dua bentuk:
1. Nikah sah secara agama namun tidak tercatat di negara (tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama/KUA).
2. Nikah tidak sah secara agama, dilakukan diam-diam tanpa memenuhi syarat dan rukun nikah.
“Secara Islam yang penting cukup syarat itu sah. Karena di dalam syarat pernikahan dalam Islam tidak wajib harus ada pencatatannya,” jelasnya.
Namun, MUI menilai bahwa nikah siri yang tidak tercatat di negara haram secara praktik, karena berpotensi merugikan perempuan dan anak.
“Nikah siri kalau di keputusan MUI sah, tapi itu haram. Kenapa? Nyakiti orang lain. Membuat perempuan itu kurang sempurna mendapatkan haknya,” tegas Kiai Cholil.
Syarat Nikah Sah Menurut Islam
Mengacu pada madzhab Asy-Syafiiyah, rukun nikah yang harus dipenuhi agar sah secara agama meliputi:
– Adanya kedua mempelai (suami dan istri)
– Adanya wali (biasanya ayah kandung calon pengantin perempuan)
– Adanya dua saksi laki-laki yang adil
– Adanya ijab kabul
Risiko Sosial dan Hukum
Dalam buku Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam oleh Dr Nurul Irfan, nikah siri dinilai berisiko tinggi terhadap kehormatan perempuan dan status hukum anak.
Praktik ini juga rawan disalahgunakan oleh pria tidak bertanggung jawab yang mengaku menikah siri untuk menutupi hubungan di luar nikah.
Aturan Hukum di Indonesia
Menurut Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, setiap perkawinan harus dicatatkan secara resmi agar memiliki kekuatan hukum.
Tanpa pencatatan, perempuan dan anak tidak memiliki perlindungan hukum atas hak waris, nafkah, dan status keluarga.
“Kalau mau nikah, langsung saja dicatatkan di KUA. Sah secara agama dan sesuai dengan undang-undang,” pungkas KH Cholil.
MUI menegaskan bahwa nikah siri sah secara agama jika memenuhi syarat dan rukun, namun haram secara praktik karena menimbulkan kerugian sosial dan hukum.
Masyarakat diimbau untuk menghindari nikah siri dan memilih pernikahan resmi yang tercatat di negara sesuai UU Perkawinan.
Langkah ini penting untuk melindungi hak perempuan dan anak serta membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. (*)



















