TOPMEDIA – Kasus penipuan wedding organizer (WO) Ayu Puspita menghebohkan publik setelah ratusan pasangan pengantin melaporkan kerugian besar akibat layanan pernikahan yang tidak pernah terealisasi. Total korban mencapai 230 pasangan dengan kerugian ditaksir hingga Rp 15–16 miliar.
Skandal ini mencuat setelah sejumlah pesta pernikahan berakhir tanpa hidangan dan dekorasi yang dijanjikan, memicu kemarahan korban yang kemudian menggeruduk rumah Ayu Puspita di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Minggu (7/12/2025).
Kepala Unit Reskrim Polsek Cipayung, Iptu Edy Handoko, membenarkan adanya laporan dari masyarakat terkait puluhan orang yang mendatangi rumah Ayu Puspita.
“Ada juga korban yang melapor ke Polda Metro Jaya,” kata Edy, Senin (8/12/2025).
Ia menuturkan, korban berasal dari sejumlah daerah, termasuk Bekasi dan Bogor, dengan mayoritas sudah membayar penuh biaya paket pernikahan, sementara sebagian lainnya baru memberikan uang tanda jadi.
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Alfian Nurrizal, menambahkan bahwa polisi ikut mendampingi masyarakat yang menuntut pertanggungjawaban.
“Situasi sempat memanas karena massa menuntut pertanggungjawaban pihak wedding organizer,” ujarnya.
Ayu Puspita, pemilik WO Madelief, diduga menjalankan bisnis dengan skema Ponzi alias “gali lubang tutup lubang”.
Dana dari klien baru digunakan untuk menutup kebutuhan klien lama, hingga akhirnya tidak mampu lagi memenuhi kewajiban.“Kami menemukan pola pengelolaan keuangan yang tidak sehat. Dana klien dialihkan untuk kepentingan pribadi,” ungkap Alfian.
Kasus ini disebut sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir, dengan modus menawarkan paket pernikahan mewah namun tidak pernah terealisasi.
Dana hasil penipuan diduga digunakan untuk gaya hidup mewah, termasuk belanja barang branded, pesta glamor, dan liburan.
Beberapa korban juga mengaku mengalami trauma psikologis karena pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia berubah menjadi bencana.
Kasus penipuan WO Ayu Puspita menjadi peringatan keras bagi calon pengantin agar lebih selektif memilih vendor pernikahan.
Kasus ini kini ditangani aparat kepolisian, sementara publik menuntut adanya regulasi lebih ketat terhadap bisnis wedding organizer agar kejadian serupa tidak terulang. (*)



















