Scroll untuk baca artikel
Bonek Bule
TOP SAGU
TOP SAGU
TOP MEDIA
FAMILY BUSINESSES

Kutukan Generasi ke-3, Pertarungan Kepemimpinan di Perusahaan Keluarga (1): Bayangan yang Tak Pernah Hilang

26
×

Kutukan Generasi ke-3, Pertarungan Kepemimpinan di Perusahaan Keluarga (1): Bayangan yang Tak Pernah Hilang

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi perdebatan Brina dan kakeknya Broto soal kepengurusan perusahaan. (Foto: AI generated/chat gpt)
toplegal

NAMAKU Brina Brajantara, generasi ketiga dari keluarga pemilik Brajantara Group, sebuah perusahaan manufaktur yang dibangun oleh kakekku, Broto Brajantara.

Dari bengkel kecil di halaman rumah, beliau menumbuhkan usaha ini menjadi raksasa industri dengan pabrik di tiga kota dan ratusan karyawan.

TOP LEGAL PRO

Secara resmi, aku menjabat sebagai manajer pengembangan bisnis. Di atas kertas, aku bagian dari tim penerus. Namun kenyataannya, statusku lebih mirip penonton daripada pengambil keputusan.

Masalahnya?

Meski sudah berusia 78 tahun dan tak lagi duduk di jajaran direksi, bahkan jarang datang ke kantor, Broto masih menjadi pengambil keputusan tertinggi di semua hal. Bahkan pembelian printer harus menunggu restunya.

Suatu sore, aku mempresentasikan proposal digitalisasi produksi dalam rapat manajemen. Proyek ini bisa menghemat biaya hingga 20%.

Baca Juga:  Keserakahan Kakak Hancurkan Bisnis Keluarga 30 Tahun (5): Serangan Balik Sang Kakak

Semua direktur termasuk Bram, pamanku dari generasi kedua, mengangguk setuju.

Hingga pintu terbuka dan Broto masuk.

“Ini apa? Ganti sistem lama? Itu buang-buang uang. Dulu kita sukses pakai cara manual, dan kita akan tetap sukses,” katanya tegas.

Aku mencoba menjawab dengan tenang.

“Kek, dunia sudah berubah. Kalau kita nggak beradaptasi, kita akan tertinggal.”

Beliau menatapku lama, lalu tersenyum tipis yang menusuk.

“Brina, kamu itu generasi ketiga. Jangan terlalu percaya diri. Banyak bisnis hancur di tangan generasi seperti kamu.”

Kalimat itu membekas. Kutukan generasi ketiga istilah yang selalu ia ulang, seolah itu takdir yang pasti terjadi.

Yang membuat situasi lebih sulit, generasi kedua seperti Bram justru memperkuat pola ini.

Baca Juga:  Keserakahan Kakak Hancurkan Bisnis Keluarga 30 Tahun (2): Rapat Keluarga yang Memanas

Mereka lebih memilih menunggu restu Broto untuk semua hal, bahkan keputusan kecil.

Tak ada ide yang dianggap benar kalau bukan Broto yang memutuskan.

Hasilnya, aku dan sepupu-sepupuku hanya menjadi penggembira.

Ide kami dipuji di depan, lalu dimatikan di belakang.

Malam itu, aku duduk sendirian di ruanganku, menatap tumpukan dokumen proyek yang tak berguna.

Seorang teman pernah berkata:

“Perusahaan keluarga itu harus profesional. Kalau founder sudah pensiun, dia harus lepas. Kalau tidak, generasi berikutnya cuma jadi boneka.”

Aku tersenyum pahit.

Itulah yang terjadi di Brajantara Group.

Di luar, kami mengaku modern dan profesional, tapi di dalam, kami masih menjalankan bisnis seperti rumah tangga, di mana kata orang tua adalah hukum tertinggi.

Baca Juga:  Keserakahan Kakak Hancurkan Bisnis Keluarga 30 Tahun (3): Bukti yang Membuka Topeng

Saat pulang, aku melihat lampu ruang kerja Broto masih menyala. Siluetnya terlihat dari balik kaca.

Aku mencintai beliau. Tapi aku juga tahu kalau ini terus dibiarkan maka perusahaan akan mandek.

Dan mungkin saja, kutukan generasi ketiga itu akan menjadi kenyataan. Bukan karena kami tak mampu, tapi karena kami tak pernah diberi kesempatan dan kepercayaan.

(Bersambung)

TEMANISHA.COM