TOPMEDIA – Ribuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dilaporkan gagal mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi akibat skor kredit rendah dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
Realestat Indonesia (REI) menyebut masalah ini sebagai hambatan terbesar dalam penyaluran KPR subsidi di berbagai daerah.
Ketua Umum DPP REI Joko Suranto mengatakan, dari laporan sejumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) REI, keluhan terkait skor SLIK OJK mendominasi.
“Kalau dari teman-teman pengurus DPD, keluhan ataupun laporannya mengenai hambatan besar atas SLIK OJK ini tinggi,” ujarnya, Kamis (27/11/2025).
REI telah menghimpun data sekitar 10.000 orang yang kesulitan mengambil KPR subsidi karena skor SLIK OJK bermasalah.
Data tersebut telah diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk ditindaklanjuti. “Terakhir kita telah menyerahkan kurang dari 10.000 orang ke OJK, itu teman-teman yang kesulitan mendapatkan akses KPR karena SLIK OJK,” jelas Joko.
Ia menambahkan, angka tersebut kemungkinan masih akan bertambah karena data yang dihimpun baru berasal dari sebagian wilayah DPD REI.
Untuk itu, REI mengimbau seluruh anggotanya agar mendokumentasikan kasus penolakan KPR akibat skor kredit rendah.
“Ketika ada yang ditolak itu jangan langsung dibuang, tapi diarsipkan atau didokumentasikan, sehingga ketika dibutuhkan itu bisa mendapatkan KPR lebih mudah,” katanya.
“Masalah skor kredit di SLIK OJK menjadi hambatan terbesar masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengakses KPR subsidi. Kami terus berkoordinasi dengan OJK agar ada solusi,” imbuhnya.
Sementara itu, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menyatakan bahwa hingga November 2025 pihaknya telah menerima 19.080 data calon debitur dari pengembang.
Setelah diverifikasi, sebanyak 11.959 data dinyatakan clear, sementara 2.034 calon debitur tercatat memiliki kredit macet di atas Rp1 juta dan 622 calon debitur dengan kredit macet di bawah Rp1 juta.
Heru menegaskan bahwa calon debitur dengan kredit macet kecil masih memiliki peluang jika melunasi utang terlebih dahulu.
“Kalau nilainya Rp 500 ribu, Rp 600 ribu, melunasi dulu lah. Dan bank juga sama tuh, begitu dilunasin, dia mau proses kok,” ujarnya. (*)



















